THE LAST WEEK
Oleh: Akhtar Raufasha A.G.
Ketika dunia hancur di bawah jari jemari pemimpin dunia yang tidak rasional, ketika satu per satu masyarakat terbelenggu oleh api kenistaan dari orang-orang yang angkuh. Serentak semesta dibanjiri ironi ketika ekonomi dunia yang membengkak menjadikan para buruh jatuh miskin, dan pengusaha naik daun. Ketika di muka bumi itu manusia telah membuat kerusakan yang jauh tidak terkendali pun berkesinambungan, dan di saat malam-malam yang lampau itu mereka sesali, serta di saat itu pula mereka melihat percikan cahaya dari masa depan mereka yang tersaput kegagalan duniawi.
Hari Pertama
Di hari itu, setiap orang di penjuru muka bumi memimpikan sesuatu yang akan menjungkirbalikkan nasib mereka layaknya dadu yang diputar. Di dalam mimpi mereka, digambarkan layaknya tumpukan sayap yang bersinar menyilaukan dan mengekang pandangan mereka untuk berpaling. Sayap-sayap itu menjulang dari langit dunia yang hancur, diiringi gema yang menggetarkan seluruh penjuru langit dan bumi. Suara yang mensabdakan akan datangnya masa di mana yang kaya maupun yang miskin akan setara oleh kematiannya ..., dan masa itu pula telah tampak di depan pandangan-pandangan mereka.
Tidak memerlukan waktu yang lama, mimpi itu terbawa oleh algoritma internet, ketika serentak seluruh warga dunia menyadari mimpi-mimpi itu nyata adanya. Setiap orang mencoba menafsirkan mimpi tersebut, yang membawa mereka ke jawaban yang menakutkan ..., spekulasi akhir yang mengkhawatirkan. Bahwa hidup manusia ‘tuk merusak di atas dunia ini hanya sesaat lagi, hanya untuk satu pekan ....
Hari Kedua
Ketenaran dari mimpi setiap orang kemarin membeludak lebih dari apa pun sebelumnya. Orang-orang mempertanyakan makna dari mimpi tersebut, membuat aktivitas mereka terganggu bahkan hanya demi tidur di keheningan malam yang fana. Mimpi orang-orang itu sulit untuk dipercaya, bahkan oleh orang awam sekalipun. Dunia benar-benar dalam kegemparan yang berkelanjutan nan nyata.
Hari Ketiga
Jam demi jam berlalu, dunia tak luput dari mimpi yang tak biasa itu. Sejumlah orang yang mempercayai mimpi itu ialah pertanda dari-Nya tentang akan datangnya kiamat; mulai berlarian hingga teriak histeris tak karuan. Perang antarnegara mulai redup dialihkan oleh isu-isu yang menyebar seluas-luasnya terkait mimpi itu, hingga keyakinan terus menebar.
Hari Keempat
Dunia layaknya terombang-ambing, ketika setiap jiwa yang berjalan di atas muka bumi mulai mempercayai secara menyeluruh akan hadirnya hari akhir. Perekonomian dunia runtuh ketika tak seorang pun peduli dengan kehidupan duniawi yang fana itu. Ketika malam datang dengan diterangi cahaya rembulan yang redup, angin berembus di sela-sela perkotaan yang sunyi ketika semua orang merenungkan di dalam ruangan yang hangat namun pengap tentang apa yang akan terjadi sesaat ke depan. Sang pemimpin yang penuh dusta tidak lagi menikmati sofa empuknya, dan sang buruh yang pengrajin tak lagi memikirkan pekerjaannya. Semua pemikiran, dan ideologi manusia pada saat itu tertunjuk ke perkara hari esok ....
Hari Kelima
Pada pagi hari, saat sang surya menyambut dengan cahaya asfarnya yang perkasa, orang-orang melakukan aktivitasnya, namun jauh berbeda daripada aktivitas mereka pada hari-hari yang lampau. Orang kaya dan orang miskin berbaur bersama, tak memedulikan perbedaan mereka antar-sesama. Dahulu, ketika mereka semua ibaratkan mengundi nasib, mempertaruhkan waktu dan pikiran yang sia-sia untuk hasil yang tak pasti; kedamaian abadi dunia, dan harapan agar semua berjalan mulus tanpa penghambat yang nyata. Kini, ketika semua orang telah usai berkecimpung dalam dunianya yang fana, mereka sadar akan seberapa tak berdayanya mereka di dunia yang maha luas itu.
Bermula dari mimpi yang tak berdasar, dan berkelanjutan dipercayai orang-orang seantero dunia. Ketika kepanikan itu usai, menjelang akhir dari segala-galanya. Semua dari mereka pasrah dalam keadaan yang tak pasti, berusaha memperbaiki semua yang tersisa sebelum waktu terhenti.
Hari Keenam
Dunia pada masa itu dalam perdamaian abadi, tiada konflik yang membengkak ketika masyarakat yang mampu saling membagi-bagikan hartanya kepada yang tak mampu. Seluruh narapidana dibebaskan dari hukumannya dan dibiarkan menarik nafas panjang yang menyegarkan dari bumi yang damai. Burung-burung beterbangan di angkasa lepas tanpa diburu. Bunga-bunga bermekaran tanpa dikoyak. Tingkat kekerasan yang menurun drastis dan orang-orang menyadari keniscayaannya yang mutlak, sehingga orang yang telah bermusuhan bertahun-tahun dapat saling berjabat tangan dengan tersenyum haru. Pemimpin dunia saling berkumpul dan mengadakan pesta tanpa ada rasa dengki dan permusuhan yang terselubung di antara mereka.
Hari Terakhir
Ketika masa depan mereka terlihat jelas di depan netra mereka menyapa dengan halus ..., ketika kedamaian abadi yang telah dicapai—yang menjadi pencapaian terbesar umat manusia telah diraih dengan bangganya. Walau ..., manusia pun tak memiliki lebih banyak waktu lagi untuk menikmati pencapaian mereka dengan membusungkan dada. Setiap orang berkumpul bersama keluarganya sesegera mungkin setelah matahari terbit. jam 07.00.
Mereka menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta sampai matahari yang sewaktu itu muncul dari ufuk timur, berada di atas kepala mereka. jam 12.00.
Mereka menikmati matahari yang terbenam bersama-sama, menyanyikan lagu bersama untuk sang senja. Jam 17.00.
Para orang tua menceritakan dongeng kepada anak muda tentang kisah heroiknya yang penuh aksi, drama, dan persahabatan yang lampau di dekat api unggun yang menyala, dan apinya membara mencerminkan kisah yang diceritakan. Jam 20.00.
Semua orang berkumpul di jalanan, menyetel musik sambil menari. Berjabatan walaupun tak kenal, saling bercanda gurau menyaksikan akhir dari sejarah yang panjang, akhir dari segalanya. Orang-orang saling bergandengan, memeluk anak-anak mereka dan meratap ke rembulan yang berseri. Ketika dentuman dari jam raksasa yang tergantung di gedung pencakar langit menunjukkan jam 00.00, semuanya tidur dalam keheningan yang tenang, dan sejarah umat manusia pun tamat di kedamaian itu.
“Apa-apa saja yang akan kamu lakukan, sepekan sebelum kematian seluruh kehidupan.”
0 Komentar