Hanya Sekadar
Tahu Dan Usaha Yang Tak Mampu
Pernah
terbesit dalam benak saya , memutar kembali memori yang sempat usang. Suatu
ketika, saat saya sedang duduk dibangku kelas, saya memperhatikan dengan seksama kegiatan
teman - teman di sekitar saya.
Jika diperhatikan, banyak sekali teman saya atau sebagian banyak
teman saya, yang asalnya aktif berbincang, sekarang terlihat asing dan lebih
asyik mengotak atik benda pipih berbentuk persegi panjang itu ditangannya.
Semuanya menjadi asing terhadap satu sama lain, menjadi individualisme hany
karena sebuah gadget. Pengaruhnya sebesar itukah...?
Bahkan, saya menilik diri sendiri, perubahan yang terjadi dalam diri
saya yang dulu, hanya karena sebuah gadget...?
Zaman saat ini memang keras, kita dipaksa untuk menghadapi pengaruh
modernisasi yang membawa pengaruh besar. Jika dulu, orang orang berperang satu
sama lain dengan mempertaruhkan Tahta, harta dan nyawa, maka bedanya sekarang
orang - orang berperang melawan zaman teknologi dan bertaruh dengan rasa sosial
, rasa solidaritas yang mulai berangsur - angsur hilang, walau tidak kebanyakan
orang seperti itu. Tapi jangan lupa, kita telah menjadi bagian dari orang -
orang itu, tanpa kita sadari.
Suatu hari, saya pergi
berkunjung kerumah nenek , kebetulan rumah nenek saya terletak di sebuah
pedesaan. Kita semua tahu pedesaan identik dengan sawah, kebun atau ladang ,
hewan ternak, gunung, pohon yang menjulang tinggi , dari sayuran hingga buah -
buahan, hingga pemandangan indah sejauh mata memandang.
Dulu saya adalah salah satu anak yang suka bermain diladang ,
memetik hasil panen, bermain layangan dan berlari diantara hamparan sayuran.
Tapi itu dulu, saya beranjak dewasa mengikuti perkembangan zaman dan belajar
pola pikir orang dewasa, tentu tidak mudah .
Saya kembali berkunjung setelah beranjak dewasa. Suatu hari saya
berkeliling desa, tetapi aneh , sedikit sekali saya melihat anak anak kecil
yang bermain dilapang. Terkadang saya tak sengaja melewati sekumpulan anak anak
yang seharusnya belajar dan bermain bersama teman temannya, malah asyik
berkumpul dengan bermain sebuah game dengan gadget bersama teman temannya.
Terkadang saya kasihan terhadap mereka . Coba saja mereka hidup dizaman dimana
belum mengenal gadget, mungkin mereka akan lebih banyak bermain dilapang atau
diladang. Lalu, saya berkeliling kembali, gunung yang dulu saya lihat masih
menjulang lebat berwarna hijau , kini sudah dialih fungsikan menjadi lahan
pertanian, banyak pohon yang dibabat habis untuk dibangun sebuah pabrik tekstil
atau industri dan pemukiman warga.
Saat saya melihat foto sungai di sebuah postingan medsos, sungai itu
sangat jernih, bahkan belum tersentuh dengan dunia luar. Ada rasa senang dan
khawatir yang timbul dalam batin saya. Senag karena sungai itu belum tercemar
dan khawatir tempai itu dijadikan sebagai tempat pariwisata yang dapat
membuatnya rusak, dan takut air yang asalnya jernih menjadi keruh. Hanya
tinggal menunggu waktu alam akan rusak oleh manusia.
Lalu apa kabar dengan
laut...? Jujur saja , saya belum pernah pergi berlibur kelaut bahkan saya belum
pernah merasakan angin laut berhembus, dengan deburan ombak, atau kaki saya
merasakan bagaimana rasanya menginjakkan kaki diatas pasir. Saya ingin
merasakan rasanya menyaksikan sunset dilaut.
Orang - orang bilang laut
itu jernih berwarna biru. Laut itu indah dengan penghuni didalamnya dengan
terumbu karang sebagai penghiasnya. Lalu mengapa kabar yang saya dapat dari
berita, justru sebaliknya ?
Laut tercemar, begitu banyak sampah mengapung diatasnya. Banyak
penangkapan ikan secara ilegal membuat banyak ikan mati, ekosistem terumbu
karang rusak membuat ikan tak memiliki tempat tinggal.
Dizaman ini alam di Indonesia
sedang berduka. Lihatlah bayak bagian alam yang digarap oleh manusia hanya
untuk kepentingannya sendiri. Saya mendapatkan pepatah dari salah satu buku
yang saya baca, isinya seperti ini " Ada suatu masa diantara masa - masa ,
ada suatu musim diantara musim- musim,
ada saatnya alam memberikan perlawanan sendiri saat sungai, hutan, lembah,
membalas sendiri para perusaknya". Alam sudah memberi peringatan dengan
mendatangkan banyak bencana, tapi mengapa orang - orang lebih banyak menutup
mata dan telinga padahal mereka tahu.
Lawan kita saat ini adalah bangsa sendiri dan lebis sulit melawan
bangsa sendiri. Jalan pintas terakhir adalah dengan menyadarinya sendiri. Tapi
kesadaran itu sulit sekali terbangun. Jangan terlena oleh budaya luar yang akan
membuat kita lupa akan jati diri dan ciri khas bangsa sendiri. Kita sebenarnya
tahu, hanya jika kita berjuang sendiri
maka tak mampu.
Dulu hingga sekarang, saya pernah berangan - angan jika kita hidup
berdampingan dengan teknologi, tapi tak membuat kita lupa akan solidaritas dan
tradisi yang ditanamkan oleh leluhur kita dulu.
Saya berangan - angan saya dapat merasakan udara berhembus bersih tanpa
adanya campur tangan polusi. Saya berangan - angan dapat menyaksikan dan
memandangi hamparan gunung yang lebat oleh pohon dan bukan dipenuhi oleh
puluhan alat berat yang membabat habis hutan dan mengeruk habis gunung. Saya
berangan - angan hewan langka yang sudah punah saat ini bermain, meloncat,
berlari - lari didepan halam rumah saya, tanpa adanya rasa takut akan pemburu.
Saya berangan - angan dapat melihat orang dewasa maupun anak - anak saling
bersenda gurau dan bermain didepan teras rumah dan dilapang, kembali kemasa
orang - orang belum mengenal gadget.
Tapi..apalah daya jika itu hanya angan - angan saja ...
0 Komentar