Ticker

6/recent/ticker-posts

Hanya Sekadar Tahu Dan Usaha Yang Tak Mampu


Karya Tulis Ilmiah

Judul : Hanya Sekadar Tahu Dan Usaha Yang Tak Mampu
Oleh : Irma Nurmala


Irma Nurmala Siswa SMP Negeri 6 Lembang 


Hanya Sekadar Tahu Dan Usaha Yang Tak Mampu


Pernah terbesit dalam benak saya , memutar kembali memori yang sempat usang. Suatu ketika, saat saya sedang duduk dibangku kelas,  saya memperhatikan dengan seksama kegiatan teman - teman di sekitar saya.

Jika diperhatikan, banyak sekali teman saya atau sebagian banyak teman saya, yang asalnya aktif berbincang, sekarang terlihat asing dan lebih asyik mengotak atik benda pipih berbentuk persegi panjang itu ditangannya. Semuanya menjadi asing terhadap satu sama lain, menjadi individualisme hany karena sebuah gadget. Pengaruhnya sebesar itukah...?

Bahkan, saya menilik diri sendiri, perubahan yang terjadi dalam diri saya yang dulu, hanya karena sebuah gadget...?

Zaman saat ini memang keras, kita dipaksa untuk menghadapi pengaruh modernisasi yang membawa pengaruh besar. Jika dulu, orang orang berperang satu sama lain dengan mempertaruhkan Tahta, harta dan nyawa, maka bedanya sekarang orang - orang berperang melawan zaman teknologi dan bertaruh dengan rasa sosial , rasa solidaritas yang mulai berangsur - angsur hilang, walau tidak kebanyakan orang seperti itu. Tapi jangan lupa, kita telah menjadi bagian dari orang - orang itu, tanpa kita sadari.

 Suatu hari, saya pergi berkunjung kerumah nenek , kebetulan rumah nenek saya terletak di sebuah pedesaan. Kita semua tahu pedesaan identik dengan sawah, kebun atau ladang , hewan ternak, gunung, pohon yang menjulang tinggi , dari sayuran hingga buah - buahan, hingga pemandangan indah sejauh mata memandang.

Dulu saya adalah salah satu anak yang suka bermain diladang , memetik hasil panen, bermain layangan dan berlari diantara hamparan sayuran. Tapi itu dulu, saya beranjak dewasa mengikuti perkembangan zaman dan belajar pola pikir orang dewasa, tentu tidak mudah .

Saya kembali berkunjung setelah beranjak dewasa. Suatu hari saya berkeliling desa, tetapi aneh , sedikit sekali saya melihat anak anak kecil yang bermain dilapang. Terkadang saya tak sengaja melewati sekumpulan anak anak yang seharusnya belajar dan bermain bersama teman temannya, malah asyik berkumpul dengan bermain sebuah game dengan gadget bersama teman temannya. Terkadang saya kasihan terhadap mereka . Coba saja mereka hidup dizaman dimana belum mengenal gadget, mungkin mereka akan lebih banyak bermain dilapang atau diladang. Lalu, saya berkeliling kembali, gunung yang dulu saya lihat masih menjulang lebat berwarna hijau , kini sudah dialih fungsikan menjadi lahan pertanian, banyak pohon yang dibabat habis untuk dibangun sebuah pabrik tekstil atau industri dan pemukiman warga.

Saat saya melihat foto sungai di sebuah postingan medsos, sungai itu sangat jernih, bahkan belum tersentuh dengan dunia luar. Ada rasa senang dan khawatir yang timbul dalam batin saya. Senag karena sungai itu belum tercemar dan khawatir tempai itu dijadikan sebagai tempat pariwisata yang dapat membuatnya rusak, dan takut air yang asalnya jernih menjadi keruh. Hanya tinggal menunggu waktu alam akan rusak oleh manusia.

 Lalu apa kabar dengan laut...? Jujur saja , saya belum pernah pergi berlibur kelaut bahkan saya belum pernah merasakan angin laut berhembus, dengan deburan ombak, atau kaki saya merasakan bagaimana rasanya menginjakkan kaki diatas pasir. Saya ingin merasakan rasanya menyaksikan sunset dilaut.

Orang - orang bilang laut itu jernih berwarna biru. Laut itu indah dengan penghuni didalamnya dengan terumbu karang sebagai penghiasnya. Lalu mengapa kabar yang saya dapat dari berita, justru sebaliknya ?

Laut tercemar, begitu banyak sampah mengapung diatasnya. Banyak penangkapan ikan secara ilegal membuat banyak ikan mati, ekosistem terumbu karang rusak membuat ikan tak memiliki tempat tinggal.

 Dizaman ini alam di Indonesia sedang berduka. Lihatlah bayak bagian alam yang digarap oleh manusia hanya untuk kepentingannya sendiri. Saya mendapatkan pepatah dari salah satu buku yang saya baca, isinya seperti ini " Ada suatu masa diantara masa - masa , ada suatu musim diantara musim-  musim, ada saatnya alam memberikan perlawanan sendiri saat sungai, hutan, lembah, membalas sendiri para perusaknya". Alam sudah memberi peringatan dengan mendatangkan banyak bencana, tapi mengapa orang - orang lebih banyak menutup mata dan telinga padahal mereka tahu.

Lawan kita saat ini adalah bangsa sendiri dan lebis sulit melawan bangsa sendiri. Jalan pintas terakhir adalah dengan menyadarinya sendiri. Tapi kesadaran itu sulit sekali terbangun. Jangan terlena oleh budaya luar yang akan membuat kita lupa akan jati diri dan ciri khas bangsa sendiri. Kita sebenarnya tahu, hanya jika  kita berjuang sendiri maka tak mampu.

Dulu hingga sekarang, saya pernah berangan - angan jika kita hidup berdampingan dengan teknologi, tapi tak membuat kita lupa akan solidaritas dan tradisi yang ditanamkan oleh leluhur kita dulu.  Saya berangan - angan saya dapat merasakan udara berhembus bersih tanpa adanya campur tangan polusi. Saya berangan - angan dapat menyaksikan dan memandangi hamparan gunung yang lebat oleh pohon dan bukan dipenuhi oleh puluhan alat berat yang membabat habis hutan dan mengeruk habis gunung. Saya berangan - angan hewan langka yang sudah punah saat ini bermain, meloncat, berlari - lari didepan halam rumah saya, tanpa adanya rasa takut akan pemburu. Saya berangan - angan dapat melihat orang dewasa maupun anak - anak saling bersenda gurau dan bermain didepan teras rumah dan dilapang, kembali kemasa orang - orang belum mengenal gadget.

Tapi..apalah daya jika itu hanya angan - angan saja ...























 






Posting Komentar

0 Komentar