Putik Putih di Atas Bukit Oleh Iman Firman, S.Pd. |
Dulu sebelum para pengembang dan investor datang kebun kami
masih hijau dan luas. Beraneka hasil berkebun dan buah-buhan sangat berlimpah. Rutinas
kami setiap hari menanam berbagai sayuran dan buah di kebun sebagai bentuk
usaha untuk menafkahi keluarga kami. Tapi rutinas seperti ini tidak lagi nampak
yang ada hanyalah terdengar suara kendaraan alat berat yang sedang menggali dan
menobak cabik kebun kami. Kebun kami yang hijau beralih fungsi menjadi sebuah bagunan
yang megah yang tidak mungkin kami masuk tanpa seizin pemiliknya.
Jalan setapak dan berlumpur berubah menjadi jalan besar dan
beraspal. Dulu kami bebas berjalan kemanapun kami mau walaupun jalan setapak
dan berlumpur, Tapi kini jalan besar dan beraspal kami tidak bisa bebas
berjalan dan berpergian kemanapun kami mau. Nampak sebuah portal di tengah
jalan disertai dengan seorang yang dipekerjakan oleh mereka untuk menjaga
keamanan. Menunjukkan bawhwa keadaan sudah berubah, yang dulunya aman sekarang
berubah menjadi tidak aman. Apakah ini sebuah kemajuan atau kemunduran?
Nampak sebuah pamplet dan baliho-baliho besar di sepanjang
area kebun kami. Berjudul harga murah cukup uang muka RP.400 Juta dengan dengan
luas tanah 112 meter persegi. Padahal kami tidak menjual harga kebun kami
dengan harga fantastis seperti itu. Kami menjual kebun kami dengan hitungan
tumbak atau bata tapi mereka menjual kembali dengan hitungan meter nampak jelas
dari segi ukuran dan harga pun kami seudah dibodohi oleh meraka apakah keadan
itu menunjukan sebuah kemajuan?
Kami setiap hari bagun pagi menyiapkan pekakas untuk
mengolah kebun kami, tapi kini kami bangun pagi hanya untuk merapikan
rumput-rumput liar yang ada dipekarangan rumah-rumah mewah. Menyapu jalan yang
kotor karena serakan daun dari pohon, membersihakn selokan yang mampet. Padahal
kami seorang pribumi di kebun kami tapi sekarang berubah menjadi seorag asing
yang dipekerjakan oleh para penguasa. Apakah semua itu sebuah kemajuan?
Sebuah realita yang sangat miris peralihan fungsi lahan
berkebun menjadi perumahan mewah sudah marak terjadi di seluruh ngeri ini. Dulu
kami menafkahi keluarga dan mampu menyekolahkan anak-anak kami dari hasil
berkebun sekarang sudah tidak bisa. Hanya sebuah imbalan dari seorang majikan
dengan tidak ditentukan standar gajinya. Dulu kebun yang asri dan hijau mengeluarjkan
udara sangat sejuk sekarang berubah menjadi panas dan gersang terasa gerah yang
dirasakan sepanjang hari. Semua itu akibat dari alih fungsi lahan yang sebetulnya
tidak layak dijadikan perumahan yang mewah tapi merka tidak mahu tahu yang
merka pikirkan hanya bisnis semata.
Kebun hijau dan asri kini sudah hilang yang nampak hanyalah
putik putih di atas bukit. Apakah semua fakta dan realita itu salah? Untuk
menjawabnya sebuah realita seperti itu hanya absurd. Kembali kepada pola pikir
dan pendidikan semua orang jangan sampai tergiur dengan uang besar sesaat tanpa
memikirkan akibatnya.
0 Komentar